–– Revolusi di Nusa Damai-
Love at the first sight, begitulah saya ketika pertama kali menemukan dan membaca buku karya K’tut Tantri, Revolt in Paradise. Saat itu saya masih duduk di bangku SD, sekitar kelas V atau VI (tepatnya saya lupa), temuan yang sangat menarik saat saya sedang ‘menjelajahi’ perpustakaan kecil papa saya yang kebanyakan diantaranya kamus-kamus bahasa asing. Dan saya sangat bangga bisa mewarisi buku ini.
Pertama kali membaca buku ini di tahun 1988 dan baru pada tahun 2011, saat saya sedang berbelanja buku di TB.Gramedia, tiba-tiba saya kembali melihat judul yang saya kenal, namun dengan tampilan yang berbeda, ya..Revolusi di Nusa Damai atau dikenal dengan Revolt in Paradise ternyata telah dicetak ulang, kali ini, dengan cover seorang gadis Bali cantik yang berambut panjang diatur kesamping tubuhnya.
Tentang buku :
Buku asli, adalah edisi Amerika Serikat, yang diterbitkan oleh Harper & Brothers New York tahun 1961.
Buku yang kemudian jadi milik saya ini, bersampul tebal, kulit seperti umunya buku-buku cetakan lama, adalah edisi Indonesia, penerbitan yang ke-15 kalinya, alih bahasa oleh Major Abdul Bar Salim dan dicetak oleh P.N.Fadjar Bhakti – Percetakan Jakarta III, penerbit Mega Bookstore, karya-karya bernilai di Jakarta pada April 1964. (Menggunakan ejaan lama Bahasa Indonesia tentunya)
Tulisan-tulisan singkat beberapa tokoh hebat Indonesia-pun ikut menghiasi halaman-halaman awal buku karya K’tut Tantri ini ( tertanggal 26 Mei 1964) :
- Kata Pengantar dari Presiden Republik Indonesia/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi, Soekarno
- Kata Sambutan dari Jang Mulia Wakil Perdana Menteri III, DR Chairul Saleh
- Sambutan Tertulis J.M Menko Han-Kam/Kasab Djendral TNI A.H. Nasution
- Kata Pengantar Menko/Menteri Penerangan R.I. DR. H. Roeslan Abdulgani
- Sambutan J.M. Menteri Perdagangan, Adam Malik
- Kata Sambutan dari Bung Tomo, 02 Mei 1964
- Catatan tulisan tangan Drs. Hoegema, Kepala Djawatan Imigrasi R.I., Komisaris Besar Polri.
- Kata Pengantar, Major Dr I Made Sandy, tertanggal 11 Desember 1963, di Jakarta.
Kutipan Pers
Kutipan pers yang sangat menarik untuk dibaca dari beberapa media cetak yang terkenal di zamannya, seperti :
- The Indonesia Herald – Arifin Bey
- London, England : Reynold News, Books and bookmen, The Tribune, The Evening Standard, Menchester Evening News, Northamton Evening Telegraph
- Newark News, New Jersey
- Hartford Courant – Connecticut
- Salt Lake Tribune – Utah
- The Echo, Darlington – Durham
- WYO. State Tribune, Wyoming – U.S
- Evening Express, Scotland
- New york : The New York Times Book Review, The Herald Tribune, Harpers
- The San Fransisco Examiner, San Fransisco
- Washington – D.C. : The Washington Post, The Star, The Associated Press (AP),
- The Evening Herald, Dublin – Ireland
- The Asian Student
- The Times of Malta
- The Baltimore Sun, Baltimore – Md
Tentang K’tut Tantri http://www.strangerinparadise.com/Stranger/august.htm
K’tut Tantri bernama aseli Muriel Pearson, adalah seorang pelukis dan pengarang buku, dilahirkan di Skotlandia, merupakan keturunan Manx, keturunan campuran darah perompak Viking yang menyerbu dari utara diabad ke-13 dengan darah raja-raja di pulau Man (http://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Man). Manx, adalah suku yang sangat percaya pada sihir dan orang kerdil, hal-hal gaib adalah hal yan biasa dikalangan mereka. Ayahnya bekerja sebagai ahli purbakala, dan meninggal di Afrika karena demam panas. Ibunya kemudian menikah lagi dengan pria Skot. Setelah Ayah tirinya gugur dalam Perang Dunia (PD) I, ia dan ibunya memutuskan untuk pergi ke Amerika Serikat dan menetap di Hollywood.
Di Hollywood, ia bekerja sebagai penulis interview dan artikel tentang tokoh-tokoh Hollywood yang dimuat di luar negeri dalam majalah perdagangan dan film Inggris. Setelah beberapa waktu menjalani kehidupannya di Hollywood, ia menjadi jemu, seperti halnya ayah kandungnya, jauh dilubuk hatinya, dia lebih menginginkan untuk pergi menjelajah ke tempat-tempat yang jauh, dan ia sangat ingin menjadi seorang pelukis, ia berpendapat bahwa getaran jiwanya berbeda jauh dengan tujuan dan ambisi orang-orang disekitarnya, yang dinilainya berpandangan sempit/dangkal.
Hingga pada 1932, merupakan titik balik dalam kehidupannya, ketika suatu hari ia sedang berjalan-jalan di Hollywood Boulevard, dan berhenti di depan sebuah bioskop yang sedang memutar sebuah film asing berjudul “..Bali, Sorga Terachir”. Tanpa pikir panjang iapun masuk dan tenggelam dalam alur cerita, terpesona akan keindahan alam dan kehidupan damai tentram diantara penduduk desanya, suasana yang di penuh dengan kasih sayang, sesuatu yang telah lama dirindukannya. Sehingga pada tahun 1932 itulah, dia memulai perjalanannya menuju Pulau Bali.
Isi Buku :
Bagian Pertama, menceritakan tentang kehidupan awal K”tut Tantri semenjak masih tinggal di tempat asalnya, kepindahannya ke Amerika Serikat hingga dan ketibaannya di Pulau Jawa (Batavia) perjalanannya menuju Pulau Bali yang dilakukannya dengan sangat berani, yaitu menggunakan mobil, seorang diri. Pada masa itu, semua kulit putih memiliki sopir orang pribumi, karena orang kulit putih dianggap tidak pantas untuk duduk dibelakang kemudi. Sehingga sudah barang tentu niatnya untuk membeli mobil dan melakukan perjalanan sendiri ditentang oleh orang Belanda disekitarnya. Walau begitu, ia tak gentar dan tetap melakukan perjalanan ke Bali dengan mobil.
Selain menceritakan tentang kesulitan-kesulitan yang ditemuinya selama dalam perjalanan, bagian ini juga menceritakan pertemuan dan pertemanannya dengan seorang bocah pribumi gelandangan, berumur tak kurang dar 9 th, bernama Pito. Pertemuan ini terjadi sebanyak 3 kali dalam hidupnya, dan dituliskan bahwa pertemuan itu selalu terjadi dalam keadaan dramatis, dan kisah mengenai Pito tentu akan mengisi penuh sebuah buku tersendiri. Yang membuat ia takjub saat pertama kali bertemu, ditengah-tengah kesulitan bahasa yang dihadapinya selama perjalanan, ternyata bocah gelandangan itu, Pito, yang rambutnya panjang dan berwajah seperti peri dan mampu berbicara dalam bahasa inggris campuran, begitu menakjubkan. Pito mengajarkan banyak hal kepadanya, Pito mengerti nilai mata uang, mengajarkan beberapa kata dan kalimat-kalimat dalam bahasa Jawa yang pendek dan berguna. Sehingga ia merasa beruntung dipertemukan dengan Pito. Sayang perjalanannya dengan Pito tidak berlangsung lama, karena Pito menolak tegas meninggalkan tanah Jawa sehingga pertemanan pertama merekapun berakhir di Banyuwangi.
Pendaratannya di pulau Bali membawa angin segar baginya dan dengan segera ia kembali bersemangat mengetahui bahwa ia kini telah tiba dipulau yang selalu diimpikannya. Bali sungguh sebuah pulau yang indah, amat berbeda dengan pulau Jawa yang penduduknya berpakaian seperti pada umumnya, di Bali disepanjang jalan menuju Denpasar atau ditengah-tengah sawah perempuan-perempuan memperlihatkan dengan tak sadar keindahan dada mereka pada saat berajalan beriringan sambil mennjunjung beban yang tinggi dikepala mereka. Dimanapun Muriel Pearson berada, apa yang dilakukannya selalu menuai kritik dari orang-orang Belanda disekitarnya, begitupun di Bali, ketika ia memutuskan untuk mencari tempat tinggal dsebuah desa pedalaman, seklai lagi iapun di tentang dan dianggap remeh. Namun sungguh ia seorang wanita yang berkemauan keras, apa yang telah direncakanya harus dilakukan.
Dibawa oleh takdir, perjalanan membawanya ke Puri milik seorang Raja, Anak Agung Gede, dan pertemuannya dengan putra tunggal Raja, Anak Agung Nura, yang merasa bahwa Muriel Pearson telah ditakdirkan oleh Dewata untuk tinggal bersama mereka di puri milik ayahnya tersebut. Putusan Dewatapun tak bisa diingkari uluran tangan dari Raja harus diterima, maka Muriel Pearson harus tinggal dipuri sebagai puteri Raja. 1 Bulan setelah tinggal di puri, iapun dinobatkan dalam suatu upacara yang digambarkan sebagai perpaduan upacara abad pertengahan dan pemujaan berhala, di upacara tersebut, karena Raja telah memiliki 2 puteri dan 1 putra, maka Muriel Pearson, si gadis Amerika itupun di panggil dengan nama baru yang disandangnya hingga akhir masa kehidupannya, K’TUT TANTRI, K’tut berarti empat atau anak ke-4 dan Tantri menjadi nama yang dipilihkan untuknya.
“…Kalau aku tahu bagaimana djadinja nasibku kemudian,
mungkin aku sudah lama terbang dari Bali sewaktu masih belum terlambat.
Tapi aku tidak punja firasat. Dan semua terasa senang dan begitu indah kala itu.”
Kehidupan di puri ternyata tak berjalan dengan mudah, pemerintah Belanda tidak menyukai kulit putih yang membaur dengan masyarakat, bahkan terhadap keluarga Raja sekalipun, Belanda menganggap kedudukan orang kulit putih lebih tinggi daripada masyarakat pada umumnya, bahkan kerajaan. Sehingga Belanda menganggap dengan tinggalnya K’tut Tantri di limgkungan kerajaan, akan erendahkan derajat dan prestise orang Eropa.
Walau begitu, transformasi pun tetap berlangsung, si gadis Amerika, selain telah mempunyai nama baru, mulai berganti warna rambut dan beradaptasi dengan pakaian serta bahasa disekitarnya. Rambutnya yang semula panjang dan berwarna merah, kini berganti hitam, seperti halnya rambut perempuan Bali pada umumnya. Kehidupan sebagai anak Raja yang ke-4 pun telah meletakkan suatu kewajiban dipundaknya, yaitu untuk menjadi seorang Brahma yang sungguh-sungguh dan untuk itu, ia harus belajar agama dari seorang pedanda di desa itu.
Dan begitulah kisah K’tut Tantri bagian pertama, dipenuhi dengan gairah romansa kehidupan baru di tanah Bali yang indah permai.
Bagian kedua, Konflik mulai terjadi, kedatangan pasukan Jepang mengoyak ketenangan dan ketentraman pulau Dewata, seperti juga yang terjadi di pulau-pulau lainnya di Indonesia, Jepang mengambil alih tampuk penjajahan dari Belanda. Dan mulailah masa-masa suram untuk K’tut Tantri. Sebagai seorang wanita terdidik dan berkemauan keras, K’tut Tantri tidak tinggal diam pada masa-masa penjajahan Jepang, ia ikut dalam gerakan perlawananan bawah tanah untuk menumbangkan kekuasaan negara Matahari Terbit. Dan sempat ditahan di penjara Surabaya selama kurang lebih 2 tahun, disiksa dan dianiaya diluar batas-batas peri kemanusiaan.Hingga akhirnya aku diasingkan.
Tepat pagi esok harinya pemeriksaan mulai lagi, dengan pukulan dan penggantungan tjara lain sampai ingatanku hilang. Siksaan tjara baru ditjobakan. Lelaki dengnan korek api mentjoba membakar rambut dibadanku. Kastroli disiramkan kemulutku, dan satu kali aku dipaksa minum whiskey. Keadaan mabuk akan membuka rahasia, pikir mereka. Mereka keliru. Minumam keras itu menjebabkan aku sakit keras karena perut kosong.
Bagian ketiga (terakhir) Setelah Proklamasi Kemerdekaan, K’tut Tantri turut berjuang dalam barisan Bung Tomo di Surabaya. Kemudian bekerja untuk Kementerian Pertahanan di Yogya. Turut membongkar komplotan yang hendak menjatuhkan Presiden Soekarno. Menembus blokade Belanda menuju Singapura untuk menjalankan tugas pemerintah R.I. bahkan menyelundupkan utusan liga Arab masukke Indonesia untuk menyampaikan penngakuan kedaulatan terhadap R.I. Lalu perjalanan ke Australia untuk menyampaikan suara Rakyat Indonesia.
_______________________________________
Keseluruhan kisah adalah nyata, pengalaman sesungguhnya dari seorang K’tut Tantri. Mengharukan juga mencengangkan, betapa seorang wanita kulilt putih yang biasa mengenyam kemudahan dan fasilitas akhirnya berakhir menjadi seorang pejuang di negeri yang tadinya tak dikenalnya. Bagaimana akhirnya dia bisa mencintai Indonesia dengan sepenuh hatinya, sehingga ia rela ikut serta dalam revolusi yang sedang terjadi saat itu.
Saat mengulas buku ini, perasaan saya berkembang jauh lebih dari yang sebelumnya saya rasakan. Sebagai anak bangsa Indonesia, saya malu karena saya belum melakukan apa-apa, tidak satupun yang saya lakukan selama saya hidup sampai dengan sekarang ini membuat suatu kebanggaan bagi negara saya. Bersyukurlah bagi sebagian orang yang telah berhasil mengharumkan nama bangsa. Beberapa bahkan malu dan lebih memilih mengadaptasi kebudayaan barat yang benar-benar tidak mencerminkan kepribadian Bangsa Indonesia. Pertanyaan yang terus mengganggu fikiran saya, jika seorang bangsa lain saja bisa memiliki cinta yang sedemikian besar pada bumi pertiwi kita, bagaimana bisa kita tidak mencintai Indonesia ?!?
Buku ini sangat saya sarankan untuk dibaca, karena akan membangkitkan jiwa patriotisme kita dan membuat kita bisa lebih menghargai kebudayaan bangsa kita yang beraneka ragam, Bhineka Tunggal Ika.